Jakarta, newsbisnis.id – Pengumuman diharuskannya masyarakat melampirkan surat hasil sudah divaksin mendapat sorotan dari Ombudsman. Mokhammad Najih, selaku ketua Ombudsman menyatakan bahwa vaksinasi Covid-19 bersifat sukarela, sehingga tidak perlu ada paksaan dalam pelaksanaan vaksinasi tahap kedua yang menyasar petugas atau pelayan publik.
“Jika vaksinasi Covid-19 dipaksa, maka justru akan berdampak fatal. Ini melihat kejadian pascavaksinasi yang ramai diberitakan seperti mual hingga pingsan disebabkan karena peserta tidak jujur dengan kondisi atau riwayat kesehatannya,” kata Najih dalam keterangnnya, yang dikutip pada Sabtu (12/6/2021).
“Walaupun BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sudah menentukan siapa yang boleh dan tidak boleh divaksin, menurut saya itu harusnya jadi pilihan saja. Dia mau divaksin atau tidak, itu pilihan dia. Kalau dia mau divaksin, harus secara sukarela dan jujur,” kata Najih.
Dia melihat, adanya unsur paksaan vaksinasi di beberapa instansi, khususnya lembaga negara dan bahkan masyarakat umum. Karena paksaan itu, kata Najih, para pelayan publik tersebut akan merasa takut jika tidak divaksinasi dan mengakibatkan adanya ketidakjujuran saat proses skrining.
“Ada kemungkinan di lingkungan ASN divaksin karena terpaksa, karena diwajibkan. Seharusnya, bagi pelayan publik yang belum siap divaksin, ya jangan dipaksa. Selain itu masyarakat juga terpaksa melakukan vaksin karena diharuskan sebagai syarat untuk pengurusan dokumen,” ungkapnya.
Sampai saat ini, Najih mengaku memang belum menerima laporan mengenai efek samping vaksinasi yang merugikan hingga menelan korban jiwa.
Namun dia mengaku telah mendapat laporan kurangnya sosialisasi mengenai vaksinasi, baik terkait syarat atau tahapan pelaksanaannya.
“Laporan yang masuk ke Ombudsman, pertama soal pendistribusian vaksin yang tidak sesuai SOP. Kedua, ada laporan stakeholder yang akan divaksin belum memperoleh penjelasan yang baik. Dan kini ada laporan masyarakat diharuskan vaksinasi,” pungkas Najih.